facing side is my favorite position when photographed

Senin, 07 Februari 2011

KARIKATUR 15 MENIT: POTRET SOSIAL TERHADAP INSAN YANG HAUS POPULARITAS


KARIKATUR 15 MENIT

Karikatur 15 menit membawaku berpose, seperti raja-raja telanjang dalam baskom. Lalu gadis-gadis 15 menit berlengketan dalam kaleng-kaleng minum. Aku bunting dalam percintaan ini, seperti kuda beranak dalam lemari es. Lalu aku potret diriku jadi karikatur 15 menit. Studio foto meledak, studio foto meledak, wanita-wanita cantik lahir setiap 15 menit. Tak ada lagi kecantikan untuk dipotret, karena setiap menit layar diganti. Tak ada lagi peristiwa untuk dipotret, karena setiap menit orang jadi karikatur. Karikatur 15 menit mengubah diriku jadi menu makanan, merek sabun mandi. Lalu dunia datang padaku seperti kerbau goyang. Sebelum berangkat menguap jadi gas atau busa sabun: 15 menit aku merdeka sampai mati.


Puisi Afizal Malna berjudul “Karikatur 15 Menit” adalah puisi yang jika dilihat dari struktur merupakan sebuah puisi modern karena baitnya tidak terstruktur seperti bait pada puisi, melainkan seperti prosa. Puisi di atas adalah puisi yang jika diibaratkan lukisan adalah lukisan abstrak. Tiap lariknya terstruktur tetapi tidak terstruktur. Terstrukur karena antara larik yang satu dengan larik berikutnya terdapat jembatan struktur yang lazimnya ada pada puisi. Jembatan struktur itu adalah benang merah peristiwa yang ingin digambarkan pada puisi ini. Tidak terstruktur karena gambaran peristiwa itu tidak serta-merta langsung menjelaskan simbol-simbol lariknya. Gambaran peristiwa itu seolah-olah bias karena permainan kata penyair. Meskipun begitu, maksud puisi ini dapat dijelaskan dengan melepaskan bagian dari larik-lariknya.
Puisi di atas, setelah kita baca berulang kali, menggambarkan peristiwa yang terjadi pada keseharian kita, yaitu tentang makin banyaknya orang-orang yang ingin tenar dengan cepat dan praktis. Puisi “Karikatur 15 Menit” adalah kritik sosial terhadap indusrti hiburan yang makin lama makin membuat kesegaraman budaya ke arah modernisasi tidak terbatas dan terlalu bebas.Bila kita kaji berdasarkan makna lariknya, “karikatur 15 menit” adalah ungkapan yang berarti tokoh rekaan yang lucu yang dibuat selama 15 menit atau bertahan selama 15 menit. “15 menit” juga berarti waktu yang singkat, sehingga dari judulnya saja, kita dapat menebak akan ke arah mana puisi ini bermaksud.
Pada larik-larik awal tertulis, “lalu gadis-gadis 15 menit berlengketan dalam kaleng-kaleng minum” adalah ungkapan yang berarti perempuan-perempuan Indonesia sudah sebegitu terjebaknya dalam popularitas semu yang cepat hilang seperti meminum air soda dari sebuah kaleng. “Aku bunting dalam percintaan ini, seperti kuda beranak dalam lemari es” adalah ungkapan yang menyatakan bahwa setiap orang, yang digambarkan melalui aku lirik, yang ingin masuk ke dalam industri hiburan terlalu terbuai dengan iming-iming kesuksesan sehingga mereka rela melakukan segala cara agar dapat masuk dan lama bertahan dalam industri itu.
Pada larik berikutnya, “lalu aku potret diriku jadi karikatur 15 menit. Studio foto meledak, studio foto meledak, wanita-wanita cantik lahir setiap 15 menit. Tak ada lagi kecantikan untuk dipotret, karena setiap 15 menit layar diganti.” Ungkapan tersebut menyatakan bahwa persaingan public figure dalam industri hiburan sebegitu sengit sehingga ukuran kecantikan bisa saja tidak lagi menjadi tolak ukur untuk bisa masuk ke industri ini. Larik berikutnya, “karikatur 15 menit mrngubah diriku jadi menu makanan, merek sabun mandi.” Ungkapan ini juga menyatakan bahwa menjadi public figure tidak selalu menyenangkan karena hak pribadi terenggut oleh publik. Semua yang terdapat dan terjadi pada diri public figure menjadi barang dagangan dan tontonan publik.
Larik berikutnya, “lalu dunia datang padaku seperti kerbau goyang” menyatakan bahwa kehidupan bagi public figure tidak lagi tenang dan menyenangkan. “Sebelum berangkat menguap jadi gas atau busa sabun: 15 menit aku merdeka sampai mati” adalah ungkapan yang menjelaskan bahwa menjadi public figure dengan cara yang praktis nantinya juga dapat hilang lagi dengan cepat.

2 komentar:

  1. i read the poetry from Afizal Malna for the first time posted on the Kompas. i love it but have no idea how to interpret his poem. i love to read it but don't understand a word.

    BalasHapus
  2. membaca Afrizal Malna jangan ditafsirkan begitu saja secara harfiah. Butuh kepekaan dan ketelitian dalam merasakan setiap kata-katanya. lagipula menikmati sastra itu ga ada pakem-pakem tertentu kan. sastra itu sangat harfiah dan kita bisa menikmatinya dengan cara yang kita mau. salam kenal sesama penikmat sastra awulan.

    BalasHapus